Mahasiswa Diantara Persimpangan Jalan

Membicarakan mengenai Negara, permasalan serta peranan kita di dalamnya, mungkin hanya dirasakan oleh para mahasiswa yang tergabung dalam sebuah aliansi di kampus. Tak jarang juga mereka disebut aneh bahkan anti mainstream, menghabiskan waktu untuk hanya sekedar berceloteh mengenai kemajuan bangsa.
Ya, memang begini keadaanya, mahasiswa yang berada dalam ranah peningkatan dialektika akan disingkirkan dalam pergaulan dan dianggap kolot, tidak semuanya, tapi rata-rata demikian. Apabila menilik pada masa lampau atau masa perjuangan tahun 2007 silam, seringkali aku mendengar mereka merencanakan aksi untuk melawan ketidakwenangan pihak birokrat. Ada yang aksi turun kejalan, ada yang menuangkan ide serta gagasan dalam secarik tulisan, atau hanya ikut berdiskusi dan merumuskan dalam bundaran.
Mereka begitu konsen dalam memangani permasalahan actual yang terjadi, merespon dengan sigap, karena berpikir bahwa merekalah (mahasiswa-red) yang menjadi harapan masyarakat untuk mengubah kondisi sosial yang hampir kehilangan harapan ini. Namun, menilik dari berbagai fakta yang ditemukan, tak jarang kita melihat para mahasiswa asyik tidur di kosan atau nongkrong di pinggiran membicarakan mengenai ukuran celana jeans atau potongan rambut terbaru.
Modernisasi, arah pergaulan memang tidak bisa kita pungkiri memangkas habis iklim mahasiswa yang naturalnya menginginkan perubahan dalam dialektika pemikiran. Budaya diskusi, skeptis serta haus akan ilmu pengetahuan serta pengembangan disiplin ilmu melalui riset yang dilaksanakan, nampaknya harus dinikmati sebagian kalangan saja, organisatoris tentunya.
Di perguruan tinggi kini kita hanya bisa menemukan segelintir mahasiswa yang tergerak untuk menciptakan perubahan, pikiran postifiku, mereka pun melakukan perubahan, sekalipun di kasur tidurnya. Entah apa yang terjadi kini, organisasi pun serasa kehilangan gairah dan peminatnya, kian melemah dari ruh yang menggebu-gebu untuk menyuarakan suara mahsiswa yang teritndas dan tidak mendapatkan hak yang semestinya. Tak jarang di dalam tubuh organsisasi pun terjadi pertikaian tidak penting dan tidak produktif.
Organisasi memang dilahirkan sebagai tempat belajar tentunya. Dengan organisasi, kita akan belajar bagaimana untuk mengorganisir orang maupun alat dengan segala keterbatasan kemungkinan yang tidak terduga. Tak ada yang mengajari disana, dituntut kemandirian yang tinggi serta keihlasan terampasnya waktu untuk kesendirian dan bersenang-senang bersama teman-teman. Namun, pengetahuan, kemampuan dalam mengendalikan diri dan orang lain serta mengembangan dan memaksimlakan kapastias individu, terlepas dari peranan yang diambil.
Terlihat jelas perbedaan antara mahasiswa organisatoris dengan yang hanya kuliah pulang semata. Latar belakang pengetahuan, kepemimpinan serta manajemen telah didalam genggaman sang organisatoris. Ya jangan berbicara mengenai cinta, mungkin akan lupa megenai hal ini,
Pengharapan masyarakat luas akan kemajuan negeri ini pada insan-insan akademis di perguruan tinggi sepertinya harus ditahan dulu sejenak. Kami para mahasiswa sedang berleha-leha dalam sikap hedonis serta keenakan dalam bermain gadjet semata. Sudah tak peduli lagi rasanya melihat masyarakat yang membutuhakn pertolongan, yang kita lirik sekarang hanya “diskon gadjet baru” atau “libur panjang” selesai.
Banyak masyarakat yang harus menahan nafas panjang karena melihat mahasiswa yang kerjaanya molor dan kuliah asal, alias datang, update status, ledekin dosen, ngikut wifi di koridor, nongkrong di kantin, dan pulang. Minimnya aksi diskusi atau membicarakan mengenai Negara, layaknya agenda langka terjadi di kalangan mahasiswa kekinian. Bukan tanpa alasan sistem pendidikan tingginya sendiri pun memang menekan dan membuat para mahasiswanya leha-leha. Terlalu banyak kelonggran dalam rahan eksekusi pemikiran, supervisi yang minim, sehingga mahasiswa pun akan melakukan apapun yang dia lakukan, karenanya dirinya tak pernah salah, “wong jarang di supervisi,”.
Mahasiswa harus kembali menghidupkan ruh kembali organisasi
Iklim organisasi pun dirasa kian melemah, hiperbola sebagai alih fungsi lahan awalnya sebagai tempat menukar ilmu, namun kini lebih buruk daripada itu. Minim produktivitas, minim ide, pikiran, gagasan-gasan solutif malah menjamur disana, diisi oleh para mahasiswa yang menghabiskan waktunya di sekre untuk bermain games, bermain musik atau hanya sekedar istirahat dan meluruskan pinggang. Nyatanya, pertukaran ide, konsilidasi yang kian terjalin mengenai isu kampus, langka Nampak ke permukaan. Tak bisa mengelak, banyak organisasi kian vakum dan bersisakan para pejuang seorang diri.

Banyak yang berbicara, mahasiswa adalah agen of change, agen pembentuk bangsa ini untuk masa yang akan datang, mereka yang aktif, bergejolak dengan ide kreatif untuk membangun bangsa ini. Nyatanya, banyak yang kian sibuk dengan hidupnya sendiri, kesenangan sendiri, bahkan hiruk pikuk desain terbaru dan teknologi teranyar masa kini. Kini, mulai ku pertanyakan, masihkan mahasiswa mengingat tri dharma perguruan tinggi? Yang mengamanatkan kita akan pendidikan, penelitian dan pengembangan serta pengabdian masyarakat. Semoga tri dharma ini akan kembali pada jiwa para mahasiswa yang masih melek akan butuhnya perubahan dalam berbagai lini.

Mau Jadi Pensuplai Birokrat Struktural Yang Ngoceh Soal Duit Saja Kah?
Tidak cukup ilmu yang kita dapatkan dari hanya sekedar duduk di dalam bangku kuliah, harus ada pengasahan soft skills dalam ranah lain, organisasi jawabannya. Apapun itu, sesuai dengan minat dan bakatmu. Tidak cukup hanya mengandandalkan IPK dan menyebarkan lamaran ketika lulus kuliah nanti, kita harus punya nilai tawar lebih yang tidak bisa ditolak orang, atau bahkan lebih luar biasanya lagi, kitalah yang akan membuka lapangan pekerjaan dan seribu lamaran bagi orang lain.

Namun, semua hal itu tidak bisa kita dapatkan hanya dalam bangku kuliah, mendengarkan presentasi dikelas, harus didukung oleh lingkungan sosial yang tinggi, link-nya yang meluas dan kemampuan berkomunikasi unggul. Mengasah, meningkatkan kemampuan tersebut, hanya berada dalam tataran komunitas, organisasi atau perkumpulan positive yang lain. Memilihlah sedari kini,engkau akan dikenang sebagai mensuplai para birokrat struktural yang bekerja hanya leha-leha dan mengoceh mengenai kenaikan gaji, atau para pejuang bangsa yang kuat akan sarat perjuangan, kebebasan serta kesejahteraan bersama!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 lokasi cetak kain (sublimasi) dan lokasi hits beli kain polyester di Bandung. Cocok untuk pengusaha produk custom

Enam Rekomendasi Wedding Souvenir dengan harga 10-ribuan!

Manusia pertama di bumi dan Kehebatannya