Detik

"Terimakasih detik, sudah menjadi teman bagi setiap rasa yang tak pantas untuk dipikirkan. Terimakasih detik, sudah menemani dalam risau yang tak berarti. Terimakasih detik, sudah menunjukan setiap inchi pemikiran, pengorbanan yang hanya akan berakhir dalam tangisan. Terimakasih detik, setidaknya aku masih punya kamu, yang selalu bergerak maju, memberikan harapan dan kepastian, terimakasih detik sudah menepati janji. Bahwa dirimu takkan mengingkari menit, jam, dan berakumulasi menjadi waktu.Ini adalah awal penyadaran, bahwa sebenarnya kamu akan bersama orang yang berada dalam setiap inci, detik hidup, yang takkan melewatkanmu, atau membiarkanmu dalam penantian yang tak kunjung mendapati maknanya,"
Ini adalah sosok pertama dalam goresan petangku untuk mendeskripsikan sebuah momentum yang melekat pada manusia. Biasanya yang ku toreh dalam rangkaian kata, jika tak beropini ya soal panti, kali ini tidak. Meski ragu awalnya, ku coba untuk mengasah paradigma.
Semester akhir, malah awal rasa
Banyak para kaula muda merasakan cinta di awal semester pertama, mendapati banyak sosok baru dengan beragam karakter dan rupa. Lebih cakap, cerdas dan berwibawa, jelas didapati ketika di bangku kuliah daripada di SMA.
Mata mulai dibelanjakan mulai dari OSPEK belangsung, apalagi melihat kaka-kakak tingkat yang rupawan wibawa dan berlagak koboi untuk mendisiplikan mahasiswa. Teman-temanku bilang, mereka keren. Menurutku, iya juga tapi tak terlalu. Bukan berarti mataku yang tak normal, tapi itu bukan tujuan awal.
Bila ku ceritakan awal dari prosesnya mencinta, takkan habis blog ini ku buat seribu halaman, selain yang memang terkesan statis, pengalaman cintaku tak terlalu menarik untuk diceritakan selama di bangku kuliah. Selain memang belum ada yang buatku memuja, aku tak berniat mencarinya. Kecuali ini, yang ini, yang sudah membuatku menghabiskan setiap detik hanya untuk membuka bbm dan whatsapp dan melihatrecent chat, membuatku hanya mengahabiskan kuota internetku untuk menstalkerorang-orang di sekelilingnya, hingga aku konsultasi kepada guru spiritual dan kejiwaan. Kurang ajarnya, dia hampir melumpuhkan logika dan meutarbalikan perasaaan. Sayangnya belum juga, setidaknya sampai detik ini aku menulis.
Parahnya, tak banyak orang yang percaya bila ku bilang pada mereka, mungkin aku sedang jatuh cinta. Mereka hanya berkerinyetkan alis, memutar badan, atau melanjutkan membaca buku dan mendengar musik. Bagi mereka, aku jatuh cinta, bagaikan aku mendapatkan IPK 4.00, agak mustahil. Mengingat kerjaanku tiap hari hanya kuliah, berorganisasi, ngurus panti, tanpa ngurus diri sendiri.
Bagaimana tidak percayanya mereka, bila menit ini ku katakan aku jatuh cinta, beberapa jam setelahnya aku telah disibukan untuk mengurusi ini itu, menulis ini dan itu bahkan pergi kesana dan kesitu, selintas dalam pikiran mereka, “ipah hanya sepi tak berkegiatan, saking tak ada kata, jatuh cintalah yang diucapnya. Bila yang diucapnya mau demo, mungkin sudah terbelalaklah kami semua.
Padahal, mereka tak tahu, bahwa akhir-akhir ini aku merasa tak produktif, banyak kerjaan yang ku tinggalkan hanya untuk melihat recent update dan mencoba untuk mengetik beberapa kalimat ke kontaknya. Mengumpulkan semua momentum mulai dari foto dan screenshot kutipan yang menurutku menarik, mulai dari membayangkan setiap kejadian yang dilewati bersama, hingga mengingat suaranya. Aish, bukannya ini harusya terjadi sama anak SMA atau semester satu yah? Sayangnya, ini terjadi kepada mahasiswa tingkat akhir yang seharusnya sudah skripsi malah ditunda karena urusan hati. (NB : tidak sepenuhnya hati, selain itu karena urusan nilai dan mata kuliah yang ketinggalan)
Jika kau Tanya pada sosok siapa aku menjatuhkan hati, aku pun tak mampu untuk mendeskripsikan sepenuhnya. Selain memang bikin kecanduan, suka bikin senyum-senyum sendiri. Hehe.
Cukup lama proses labuhan perasaan yang sudah mendera selama ini, kecerdasan dan kepiawaiannya memperlakukan makhluk lembut apapun membuatku terpaku. Lebai memang, tapi setidaknya dia yang membuatku mampu berdrama, mengahabiskan setiap detik hanya untuk membaca, mencerdaskan diri, berkreasi dan tersenyum sendiri.
Setidaknya sosoknya yang membuatku semakin sadar, bahwa tuhan yang pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia, termasuk rasa cinta dan sakit. Dua rasa yang berbeda nama namun bedekatan makna.


Namun, lagi-lagi aku harus memutuskan berhenti sebelum semuanya terjadi, sebelum aku terlampaui rasa terhadap dirinya dibanding dengan yang menciptakanku. Aku berhenti karena dirinya sendiri, yang menstimulanku untuk berhenti dengan berbagai caranya, yang tak ku temui namun masih meninggalkan pesan yang belum terpecahkan hingga kini.
Terimakasih detik sudah memberikan kesempatan untuk merasa cinta, mendapati dirinya dalam lamunan dan doa. Terimakasih detik sudah mempertemukan meskipun tak menjadikan apapun, setidaknya aku pernah mencoba, meskipun belum berhasil dalam prosesnya. Detik, bila kau memberikan kesempatan untuk ku bisa ikhlas mencintanya lagi, tak akan kujawab apapun hingga semuanya jelas .. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 lokasi cetak kain (sublimasi) dan lokasi hits beli kain polyester di Bandung. Cocok untuk pengusaha produk custom

Enam Rekomendasi Wedding Souvenir dengan harga 10-ribuan!

Manusia pertama di bumi dan Kehebatannya