PART 2 || Aku makin suka mulai dari instagramnya
Ku
pandangi layar ponselku lamat-lamat, layar instagram sudah terbuka lebar, nama
Muezza sudah ku ketikan. Oh, muncul beberapa nama, ku pandangi dengan teliti
satu persatu hingga ku buka mataku lebar-lebar hingga mendekati layar untuk
memeriksa kemiripan wajah, karena nyatanya yang bernama Muezza ada beberapa.
Jari
ku tak lelah untuk scroll dalam layar
sentuh ponselku, akhirnya, eureka! Aku
menemukan akunnya, tak sulit ternyata, dia menggunakan nama aslinya, hanya Muezza.
Tanganku
gemetar, ragu untuk membuka, aku hanya diam memandangi akun yang ternyata asli
miliknya. Iya, masih short profile,
alias masih berderet dengan akun bernama Muezza lain.
Jariku
membeku untuk meng-klik membuka akunnya.
Ponsel
itu lalu kuletakkan disamping, ku kunci dengan cepat dan segera menutup
layarnya yang terlindungi oleh flip case
biru. Badanku membelakangi ponsel, tapi setiap membayangkan namanya, kepalaku
nakal melirik ke arahnya (dibaca ponsel).
Bila
aku membuka dan melirik seluruh fotonya, apakah aku takkan jatuh cinta dan beneran
suka? Apakah ini halal untuk ku lakukan ya allah? Bukankah dia pria masjid yang
sepertinya amat dekat denganmu, apakah diriku yang masih belajar untuk hijrah
kearahmu pantas untuk mengaguminya meski hanya sekedar potretan gambar?
Aku
masih terus membelakangi ponselku
Namun,
rasa penasaran dan suara lantunan alquran itu terus mengiang ditelingaku.
Maafkan
aku ya allah, lihat foto satu saja, bolehkan? Insya allah kubentengi nafsu agar
tidak tertarik dan tidak menelisik lebih jauh, “ gumamku dalam hati.
Akhirnya
aku segera berbalik, mengambil ponselku dengan cepat dan terbaringlah aku di
atas karpet sekre himpunan. Terlentang dengan santai, ku lipat guling menjadi
dua bagian agar terasa tinggi dan nyaman.
Akhirnya,
aku mulai membuka akunnya.
Ya
allah, aku gagal membuka satu foto, aku membuka satu persatu untuk melihat
seluruh kegiatannya dari awal, ada 145 foto dalam setahun terakhir,” sesalku
dalam hati sambil jempolku begitu bersemangat untuk menscroll fotonya hingga kebawah postingan terakhir. Ya ampun
wanita!
“hmm,
seminar internasional, dakwah di mesjid, moderator, ah ternyata dia gokil juga,
suka berenang dan memotret makanan, berpose memajukan bibir untuk terlihat
imut, lalu apa ini, berpose teriak dan memegang pipi temannya? Untung pria. Ah,
sepertinya dia juga mahasiswa biasa pada umumnya dan ….
Ah,
masa iya …
Dalam
foto yang dipublikasikan beberapa pekan silam, Muezza terlihat sedang mengajar
anak-anak kecil mengaji Al-Quran? Dia menyukai kegiatan sosial untuk mengajar
anak anak pula?
Ya
allah, maha pengasih lagi maha pemurah, mengapa kami memiliki hobi yang sama? Apa
ini pertanda bahwa kami jodoh?
Bibirku
mencibir, tanganku refleks menampar pipi sendiri.
Wake up! Mungkin saja dia jurusan pendidikan, mengajar
adalah hal lumrah, banyak orang yang melakukan hal yang sama. Apalagi dengan
syarat KKN (kuliah kerja nyata) untuk kelulusan dan kegiatan pengabdian
masyarakat. Lumrah, itu lumrah!
Iya,
mungkin ini hanya perasaan subjektif wanita saja. Ketika banyak kesamaan,
dianggap jodoh dan kemiripan, padahal itu hal lumrah dan biasa. Kecendrungan karena
ketetarikan pada lawan jenis saja yang membuat hal ini terlihat luar biasa. Padahal
nyatanya biasa saja, jangan Gr-ya!
Hening
Benakku
berpikir, padahal dalam dua tahun terakhir aku memutuskan untuk hijrah, tak
sedikitpun niatan untuk tertarik lagi kepada lawan jenis yang belum serius
meminang.
Tapi,
kenapa dia harus sanggup menarik batinku sempurna hanya dalam lantunan suara?
Ini,
aneh. Iya, rasa ketertarikan ini aneh, terlalu menyudutkan rasioku. Bukankah dalam
proses kita harus menutup pikiran dan diri dalam ketertarikan untuk lawan jenis
yang belum halal? Katanya memikirkan saja bila berlebihan sudah dosa, apalagi
bila melakukan hal lain yang tidak sewajarnya.
Ah,
aku jadi ingat bagaimana prosesku dulu saat menuju hijrah.
Kala
itu, hujan deras membasahi kota tempat tinggalku yang ku cinta, bandung. Aku terbiasa
membaca buku dikala senggang dan berteduh dari hujan di mosspite, gudangnya
novel terkenal dan komik mempesona. Aku mengambil dua novel sekaligus, setelah
kuserahkan kekasir, lantas mencari tempat duduk yang nyaman untuk membaca dalam
waktu yang lama.
Di
ujung kursi bambu, pojokan sempurna untuk jomblo yang sedang galau dan butuh
inspirasi kehidupan. Tere liye menjadi teman kala senja dan hujan, sebelum
membuka lembar pertama, ku berniat melihat ke luar dan sekeliling, mungkin
hujannya akan reda segera, aku bisa meminjamnya dan lebih leluasa membaca di
rumah. Mosspite sedang penuh, wajar kalo hujan, selain berteduh dan bersantai,
disini kan gratis. Sesak rasanya
Ternyata
bukan hanya air yang kulihat, namun banyak pemuda pemudi yang kehujanan dan
menutupi para gadisnya dengan jaket yang dimiliki sang pria, si wanita
tersenyum malu, menunduk wajahnya. Senang sepertinya, si pria tambah dekat,
malah sesekali merangkul wanitanya dengan tangan kanan yang memegang ujung
jaketnya, wanitanya tambah senang, tersipu malu. Wanitanya berjilbab, aku
tersenyum nyinyir.
Sudut
lain, tepat beberapa kursi dari tempatku membaca, wanita dan pria sedang asik
melihat komik bacaan masing-masing, mereka sangat dekat, si wanita menyandarkan
kepalanya di bahu pria, sambil membaca komik, si pria mengelus kerudung
wanitanya, wanita itu tersenyum simpul dan melanjutkan membaca.
Dan
aku duduk sendiri di pojokan mosspite memperhatikan mereka.
dan suasana tiba tiba hening
aku
melihat mereka nyaman dengan perlakuan apa yang mereka dapatkan, dielus,
disayangi hingga merasa dilindungi. Semua wanita menginginkan hal itu, rasa
nyaman dan perlindungan dari seorang pria. Tapi, pria yang sudah halal berhak
melakukan itu, atau semua pria yang disebut sebagai kekasihnya berhak untuk
melakukannya pula?
Aku
yakin, kita semua sudah paham mengenai dosa dan konsekuensi mengenai hal-hal
buruk yang kita lakukan diluar ajaran agama, hanya saja, ketidakteguhan hati
dan godaan tetap membuat kita melakukan hal yang dilarang. Tidak terpacu
adrenalin rasanya. Padahal, kita sadari bahwa kita sama-sama tidak ingin
diketahui oleh orang tua dan saudara dekat bila kita melakukannya, tapi kita
tetap melakukannya kan?
Aku
pun pernah mengalami itu, beberapa tahun silam, ketika masih pacaran. Berpegangan
tangan dan dielus kepalanya.
Namun,
aku menyadari satu hal, semua hal yang dilakukan pria tersebut takkan terjadi
tanpa seizing wanita yang dicintainya. Bila saja sang wanita tak mengizinkan
pria yang hanya mengajaknya pacaran itu untuk masuk dalam hidupnya, semua hal
itu takkan terjadi.
Bila
saja sang wanita tak mengizinkan tubuh seksinya dilihat oleh pria yang bukan
suaminya, takkan dia menggunakan pakaian yang seksi dan tipis itu.
Bila
saja sang wanita tak mengizinkan perhiasan dadanya dilihat sekelompok pria yang
lewat itu, takkan dia melipat kerudungnya hingga ke lehernya.
Dan
bila, dan bila semuanya itu tak diizinkan sang wanita,
Aku
yakin, semua wanita takkan ada yang merasa sakit hati dan diberikan harapan
palsu.
Hal
itulah, yang sedang aku upayakan hingga kini, tak memberikan segala lisensi
untuk hal yang tak ingin aku perlihatkan kepada orang yang belum layak, apalagi
secara gratis. Pria itu harus membayar lewat pernikahan. Titik!
Notifikasi
instagramku muncul
Hah?
Muezza meninggalkan komentar pada foto anda.
Tak
ku sadari, dalam lamunan aku sudah mengklik follow instagramnya muezza
“terimakasih
sudah mengikuti, kita satu kampus kan? J.”
Ya
allah, muezza! Apa yang harus aku lakukan? Mengapa dia menyadari bahwa kita
satu kampus?
-
Bersambung -
Komentar