Mau bikin bisnis sosial? Yuk simak 6 persiapan untuk mewujudkan bisnis sosial impian!


Bisnis Sosial atau lebih sering dikenal dengan istilah "Social Enterpreneurship" menjadi pilihan yang menarik bagi millenialls untuk memulai karier hidupnya. Apalagi ketika kamu dianugerahi oleh perasaan selalu ingin membantu orang lain, tidak tega melhat kesusahan sesama, selalu merasa ingin menjadi bagian dari perubahan hidupnya tanpa "memiskinkannya" serta memiliki naluri bisnis yang tajam membahana. Namun, beberapa hal perlu diperhatikan sebelum memulai bisnis sosialmu, agar tidak cacat nilai, bersifat berkesinambungan dan dapat dipertanggujawabkan model bisnisnya secara keseluruhan.

Tulisan ini berdasarkan empiris pribadi ketika membangun sahabi (ig sahabi_), wirausaha sosial yang bergerak di bidang wedding souvenir dan merchandise custom printing ini telah menginjak usianya yang ke 2 tahun. bisnis yang dibangun bersama 5 alumni panti asuhan Al-Qomariyah di Bandung ini  memiliki banyak cerita suka, duka, juang dan rasa belajar bersama untuk bisa tumbuh dalam kemandirian bisnis. Bukan kali pertama mencoba untuk membangun bisnis bersama anak-anak panti, sahabi adalah kali ketiga bisnis yang digeluti dan berkembang hingga ini. 

1. Bisnis ya Bisnis, bukan hanya amal dan produk ngasal

Lurusin niat. Mau jualan atau mau nyari donasi? ada dua tipe yang sering saya temui dari para penggiat bisnis sosial. Bisnisnya berupa "CSR" dan satunya adalah bisnis "pemberdayaan". Bisnis bertipe CSR yang memiliki dampak sosial misalnya, Body shop yang mengedepankan isu lingkungan, penyelamatan bumi, bahan-bahan yang tidak berbahaya bagi bumi dan mendedikasikan keuntungan dari produknya untuk kegiatan amal. 

Beda halnya dengan bisnis sosial dengan pemberdayaan, biasanya bisnis dengan tipe ini mengedepankan pelibatan penerima sasaran dalam lingkup bisnisnya, entah sebagai supplier, produsen atau marketer. intinya, sasaran yang akan kita bantu berada dalam lingkup bisnis yang sedang diperjuangan, menjadi bagian utuh dalam tim. Saya amat kagum dengan brand fashion muslim anak "Keke Busana", mulai dari karyawan, penjahit hingga kepala produksi adalah warga lokal yang di didik mandiri meski tidak berpendidikan tinggi, warga lokal yang membutuhhkan pekerjaan dan diberikan lapangan pekerjaan dan kesempatan entah apapun latar belakang mereka.

Coba dilihat dan diperhatikan seksama, dua brand besar tersebut jarang sekali untuk publikasi "membeli produk x berarti anda membantu warga x agar meningkat perekonomiannya", atau dengan membantu membeli produk x, 50% donasinya akan diberikan kepada yang membutuhhkan.

Apakah tipe keduanya salah? tidak sama sekali, semuanya benar, sama-sama membantu, tergatung value yang diusung diawal, tapi kalo saya memilih memisahkan antara bisnis dan donasi. 

Seseorang akan tergerak untuk membeli diawal, animo yang besar ketika dia membeli produk untuk membantu program sosial, tapi apakah berkelanjutan? belum tentu. Mereka bisa membeli karena kasihan, efek menolong, penyaluran sedekah atau bahkan karena kita temannya yang menjual, sekaligus dibantu saja. Apabila komoditi barang yang dijual bukan menjadi kebutuhan pasar lama lama akan ditinggalkan atau dibeli lagi-lagi karena alasan bantuan. Pasalnya sering kita jadi ngasal nyari produk yang bisa dibuat yang penting yang bikinnya "Ceritanya menjual".

Kecuali, apabila memang produknya memiliki kualitas baik, dibutuhkan pasar dan memang menarik, setiap orang akan mulai mengesampingkan siapa dibalik produknya, namun dijadikan nilai tambah. Hal ini yang paling maksimal dilakukan, pasar butuh, kemampuan mumpuni, donasi terpenuhi.


2. Assesment mengenai potensi penerima sassan sekaligus hubungan dengan kebutuhan pasar.

Kesalahan saya diawal sebelum membuat sahabi adalah mengedepankan mencari bidang bisnis yang akan digeluti bersama anak panti tanpa memperdulikan kemampuan dan minat bisnis mereka. Hal ini jelas bersifat subjektif tergantung dari penerima sasaran. anak-anak panti masih belum memandang prioritas kebutuhan uang sebagai hal yang patut dipikirkan serius, hampir keseluruhan dana yang mereka butuhkan akan dipenuhi oleh para donatur. oleh karenanya, faktor minat dan ketertarikan harus menjadi point penting untuk diperhatikan, selain kebutuhan pasar.

Bermula dari donatur yang memiliki usaha ayam broiler, menawarkan untuk konsinasi dengan harga yang cukup menggiurkan dengan waktu dagang yang singkat, namun sayang belum tiga bulan harus gulung tikar, anak anak panti tidak minat dan ribet dengan waktu sekolah ketika harus jualan ayam pagi pagi buta. 

Akhirnya, hal pertama yang harus dilakukan adalah "gali potensi dan passion mereka", lalu cari potensi bisnis apa yang bisa dilakukan bersama. Dua tahun lalu saya menemukan Nurul dengan mesin jahitnya di panti, dia memang sekolah di jurusan tata busana, sudah biasa dengan mesin jahit dan hanya dipakai ketika tugas. Entah kala itu hanya terpikir produk-produk yang mudah dijahit dan dicari pasar. "Bantal wisuda dan bantal quote", berbekal mencari inspirasi di pinterest, googling jenis kain yang bisa di pritn di internet, nekat belanja kain langsung dan produksi. 

hasilnya, 80% gagal. Warna teks tidak keluar, kualitas gambar buram, pasang sleting bantal pun tak mampu kala itu. Tapi, yang dilakukan adalah tidak menyerah, mencari penjahit di komplek panti, nongkorongin penjahit, minta belajar membuat sleting sampai jadi, Tak lupa pula datang ke vendor kain printing, bertanya mengeai resolusi sarat gambar, kandungan jenis bahan yang ciamik untuk print dan tempat membelinya justru. Hal penting lagi adalah "JANGAN BIARKAN MEREKA JALAN SENDIRIAN". berjalanlah disamping mereka dalam pertumbuhan, bukan di depannya dengan meninggalkan dan maju sendirian atau dibelakangnya untuk mendapatkan produk jadi langsung ditangan. Temani setiap perkembangan, karenanya namanya juga pendampingan bukan perlombaan yang harus nyampe duluan baru menang.

Intinya, dalam pemberdayaan, kita menjadi contoh yang akan ditiru, respon ketika menghadapi kegagalan, menikmati keberhasilan, memandang sebuah proses akan menjadi pembelajaran berharga untuk berharga, diawal saya pun turut membeli dakron berkarung karung di motor matic saya bersama anak panti, berpeluh keringat, badan sesak di motor, tapi lakukan saja, agar mereka pun sependapat bahwa saya tidak hanya memeirntah dan ongkang ongkang kaki, saya berada bersama mereka dalam kondisi apapun, begadang, rugi, didatengin konsumen karena telat, dan lain sebagainya.


3. Mau bikin bisnis sosial kamunya gak bisa bisnis dan gak mau belajar? namanya ILUSI

Memutuskan berbisnis sosial berarti ada dua hal yang menjadi tanggung jawab dan pikiran. 1) Mikirin gimana bisnis bisa segera BEP 2) mikirin gimana caranya biar para partner tim juga mencapai BEP kemampuannya.

Berbisnis sosial pun berarti kita harus rela meluangkan kesabaran, kegigihan, ketekunan dan cara membimbing dua kali lebih keras dibanding orang biasanya. Kalo ingin mudah dan langsung jadi ya jangan berbisnis sosial, hire saja professional, selesai urusan. Bisnis sosial bersama penerima sasaran artinya kita akan berjuang diawal mulai dari mereka TIDAK BERDAYA hingga menjadi BERDAYA.

Founder bisnis sosial yang harus mau bisnis dan bisa bisnis, minimal ya bisa dagang dan tau gimana cara dagang, paham soal produksi (bisa ngelakuinnya atau tau orang ahli yang bisa sharing knowledgenya), tau mengenai lini pemasaran, paham mengenai manajemen dan laporan keuangan sederhana. Foundernya sekaligus sebagai CEO (chief everything officer). Apapun dilakukannya sendiri untuk disebarkan kepada penerima sasaran. Sederhananya, gimana mau ngajarin bikin produk yang bagus kalo kita aja gak tau indikator produk yang bagus tuh gimana. Mau ngajarin dagang via internet, bahkan cara jualan pun kita tidak paham, ini sama seperti kita mengajarkan mengayuh sepeda namun kita hanya paham teorinya, tak sanggup mengayuh, jatuh keterusan. Oya terpenting, kita juga paham bagaimana untuk melakukan pendekatan terhadap penerima sasaran. Mereka diawal memiliki kepercayaan diri yang cenderung rendah, memandang dirinya tak bisa melakukan apa-apa, hingga akhirnya selain menjadi pemberdaya jadi motivator pula. Nah, challengeing kan!

Ketika kita mengerti dari hulu ke hilir bisnis, akan memudahkan kita untuk menempatkan para penerima sasaran sesuai dengan kemampuannya, apakah akan menjadi vendor saja, supplier, pengrajin, marketer atau bagian lainnya. intinya, monitoring dan evaluasi secara terus menerus.

4. Jangan bawa-bawa nama penerima sasaran dalam merk produk

Saya meyakini dan menguji bahwa setiap konsumen juga tetep ingin bangga tapi harus riya dalam menggunakan produk. tak perlu dengan membawa nama-nama penerima sasaran, misalnya seperti brand kami, "SAHABI, totebag anak panti". kami tidak pernah menggunakan kata-kata itu dalam label produk, biarkanlah bahwa cerita perjuangan ini hanya menjadi cerita dibalik produksi,, biarkan para konsumen pun mendukung gerakan dengan menggunakan produknya dengan mengetahui siapa pembuatnya tanpa ada nama penerima sasaran. Subjektifnya saya, menghargai identitas anak-anak penerima sasaran juga bila produk ini dikenal ya karena kualitas dan pembuatnya, bukan hanya karena latar belakangnya. Agar menjadi kejutan dan cerita antar konsumen saja ketika datang ke tempat produksi, "min, kok panti?" tinggal jawab sederhana "Produk ciamik dan manis yang mbak dan mas nya pake ya itu hasil jahitan dan kerja keras anak anak panti ini".

5. Buatlah bisnis model, buatlah menjadi bisnis serius!

kamu bisa googling sendiri, bagaimana membuat bisnis model, yang paling lazim digunakan adalah BMC (bisnis model canvas), ada beberapa elemen kolom untuk mempertajam analisa bisnis. Salah satunya dengan produk apa yang kita jual? kenapa orang harus beli produk kita? siapa konsumen kita dan kriterianya? bagaimana cara menjual? bagaimana modal dan keuangan bisnis? bagaimana nilai tambah produk (Value preposition) yang membuat kita berbeda dengan produk lain dan item-item lain yang bisa di googling sendiri. intinya, perencanaan dalam BMC ini penting agar bisnis yang dbuat tidak ngasal dan berdasarkan analisa. Oya, bisa juga gunakan google trend, menjadi reseller dulu awalnya untuk mengetes minat pasar. 


6. Sabar, Konsistensi dan maju terus!

Tantangannnya pasti ketika membangun awal, banyak kerikil. ketika bersama mereka, hanya kita satu-satu pihak yang diharapkan akan selalu membangun dan mendukung mereka dalam kondisi apapun, menjadi pihak pertama yang tidak akan panik ketika bisnis dalam kondisi terhimpit, pihak petama yang tidak akan menangis di depan mereka ketika lelah tak berkesudahan dalam membimbing dan produksi, Asalkan konsiten terus menerus, dibuat jelas mengenai tujuan bersama, bisnis sosial akan menjadi bisnis pemberdaya yang manjur untuk solusi bangsa ke depan!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 lokasi cetak kain (sublimasi) dan lokasi hits beli kain polyester di Bandung. Cocok untuk pengusaha produk custom

Enam Rekomendasi Wedding Souvenir dengan harga 10-ribuan!

Manusia pertama di bumi dan Kehebatannya