Komentarku mengenai pasangan "SEKUFU"

Ditengah propaganda media mengenai nikah muda bagi kaum millenialls berusia dibawah dua lima (25), menjadikan kita begitu terpatok dan tertohok ketika usia sudah tak lagi muda-menurut beberapa kalangan yang katanya muncul perasaan tak nyaman dan was-was ketika usia menginjak angka dua lima (25), terlebih wanita.

Benar memang adanya, tak bisa dipungkiri bahwa setiap wanita maupun pria memimpikan kehidupan rumah tangga yang didambakannnya sedari awal. memantaskan diri untuk calon pasangan menjadi satu-satunya persiapan agar tidak terhindar dari hukuman akhirat.

Namun, hal yang paling menggoyahkan iman adalah ketika dihadapkan pada beberapa pilihan. saya akan bercerita mengenai beberapa kisah teman yang tidak bisa saya sebutkan namanya mengenai kegamanangan yang dialami ketika akan memasuki fase berumah tangga. 

Mari kita mulai dari tokoh yang pertama. kita sematkan simbol nama untuknya, Pratama. Pria perawakan 26 tahun, tinggal di kota besar, memiliki penghasilan kisaran 6-8 juta/bulan, rupanya  cukup menawan, kulitnya kuning langsat, hafalan qurannya menginjak penuh juz amma, tingginya semampai (satu meter ngga nyampai), lol. Meski demikian, jangan ditanya soal pesona, dia jagonya. Wanita berusia 25 tahun yang tinggal satu kota dengan tempatnya bekerja, terpaut hatinya. Tak tanggung-tanggung, psikolog muda yang sedang merambah karir, melekat dijiwanya.

Pratama bercerita, dirinya telah sukses melamar sang gadis, penerimaan seluruh keluarga mantap adanya, persiapan pernikahan tinggal menghitung bulan, tapi tak ada kemajuan. Dirinya telah dilanda kebingungan mengenai kemantapan hati untuk melanjutkan menikahi sang gadis atau menghentikan persiapan dan kembali berlayar. Ketika ditanya apa masalahnya, dirinya hanya menjawab "kayaknya gak cocok aja, dia terlalu ke kanak-kanakan, sukanya pake baju itu-itu aja, hijau army terus-terusan. Pernah suatu ketika katanya, diajak dalam pertemuan keluarga dan jalan-jalan bersama, dia marah hanya karena ditinggal jalan dibelakang sedangkan aku melaju di depan. mendadak enggan untuk berbelanja dan memasang wajah masam. Aku muak, sepertinya kita tak bisa untuk hidup bersama, "Ujarnya.

Lalu tokoh kedua, kita sebut saja dia Dwilingga, Hijabnya menjuntai lebar dan panjang, santun perangainya, lembut suaranya, lulusan kampus ternama dengan pekerjaan yang menjanjikan, karier cemerlang, namun tetap mengedepankan kehidupan agama dengan memperkuat pengajian dan hafalan surat. Meski belum banyak, Dwilingga rajin untuk menyantap berbagai kajian dari ustad ternama. usianya kini telah menginjak 26 tahun, begitu banyak pria yang datang dan pergi, namun belum pernah ada yang menarik hatinya, atau sering juga dirinya menyukai satu pria, eh sang pria sudah berlabuh pada hati wanita lain. Menurutnya, Bukan pilih-pilih, hanya saja ketakutan untuk membangun hidup berdua selalu merundungi pikirannya. Mulai dari didekati pria yang menurutnya sering juga tetangkap basah menebar jaring kepada wanita lain dengan pendekatan dakwah dan agama, ada juga yang mengajak dirinya untuk berpoligami, ada juga yang dia sukai, namun sang pria memang tak kunjung mengerti utnuk segera memperistri. Sama halnya dengan pratama, aku bertanya mengenai hal serupa. 

"Apa yang menghambat kamu untuk betul-betul membuka hati untuk seorang pria?"Tanyaku. 
"Entahlah, aku masih ngerasa belum ada yang sekufu. Ada yang aku suka, tapi prianya sepertinya memang menyukai banyak wanita, atau dia keliatannya menjalani kehidupan yang berbeda, aku takut kedepannya dia tidak akan menjadi imam yang baik, masih pake bank konvensional, masih minjem-minjem duit ke bank, masih juga suka salaman. Padahal selebihnya, aku sudah oke, tapi ragu terus-terusan, "Jelasnya.

Sering kita tak menyadari bahwasanya setan doyan dan tidak akan pernah berhenti untuk menggoda manusia hingga hari akhir nanti. Setan lebih menyukai muda mudi yang terjebak dalam ranah cinta duniawi, menyukai hubungan tanpa ikatan halal, menggemari jalan sana sini dan bersentuhan atau mendukung perasaan kita kepada satu makhluk dan terus menerus berpikir tentangnya. Ketika kita taubat, berhenti untuk pacaran misalnya, berhenti untuk jalan berduaan, berhenti untuk berusaha berpikir mengenai tentangnya, setan akan mencari cara untuk menggoyahkan pilihan kita ketika allah sudah memberikan signal bahwa kita akan segera berdua membangun mahligai rumah tangga.

Pernah gak ngerasa ketika sudah lamaran, menuju pernikahan, sudah merasa cukup untuk mengenal tentang pribadinya, keluarganya, Eh ada aja tetiba yang bikin illfeel, padahal mungkin tingkah remeh temeh yang bisa ditoleransi dan diperbaiki nantinya, tapi mendadak hal itu menjadi krusial, seakan sifat yang mendarah daging yang akan memicu perceraian. Padahal, nikah aja belum digelar.

Atau ketika baru saja dipertemukan dengan seseorang, merasa pantas untuk menjadi pendampingnya, cocok akan bagaimana caranya menjalani hidup, mendukung sepenuhnya apa yang sedang diperjuangkan, tapi ketika stalking media sosialnya, eh ketauan. Masih suka like-an foto wanita atau terendus gosip bahwa sang pria cenderung akan mendua atau tidak bertanggung jawab nantinya. Padahal, tidak ada indikator jelas dan konkrit mengenai seseorang tersebut, hanya prasangka ditengah proses menuju keseriusan. Padahal setiap subjek akan dipengaruhi oleh beberapa faktor untuk mengalami perubahan sikap, bisa jadi objek pendamping menjadi salah satu faktor pendukung besar.

Bisa saja, setan hanya sedang menggoda atau allah sedang menguji iman kita, sejauh mana kita sanggup untuk tetap taat dan berprasangka positif ditengah sedang mengerjakan soal ujian.
pernah suatu ketika aku bercerita pada salah satu Guru Ngaji.
"Ustad, saya suka ikhwan ini, tapi gimana ya keliatannya dia playboy gitu, kayaknya gak sekufu"
"Emang ikhwan yang sekufu menurut kamu tuh gimana?"
"Ya yang baik, sholeh, amalan sunnahnya dijaga, sedekahnya gak itungan, suka sama anak kecil"
"Nah, kalo ikhwannya suka puasa Daud, rajin gak pernah absen, sanggup? Kalo ikhwannya karena saking sukanya sama anak kecil, rajin banget ngajak kamu program hamil biar punya keturunan banyak sampai tidak memperdulikan jarak kehamilan dan perencanaan keuangan keluarga, mau? kalo ikhwannya sholat tahajud setiap hari, ngaji 3 juzz setiap sholat dan mewajibkan kamu untuk ikutan juga mau?"
"eh, ya ngga gitu juga ustad"
"Nah, ini nih yang suka keliru. Sholeh atau sekufu itu bukan berarti dia yang sholatnya gak berhenti berhenti misalnya, dzikirnya dijaga terus, tahajudnya gak pernah lewat, sedekahnya gila-gilaan, bukan hanya itu. Sholeh yang begitu ya kamunya juga harus sholehah dengan ibadah yang sama. Sekufu adalah ketika kamu menerima dan mau mengikuti apa yang dia lakukan dan sanggup untuk menyeimbangi. Kalo tidak sanggup atau bahkan enggan, ya tidak sekufu"

Misalnya, hari ini ketika calonmu masih menggunakan bank konvensional, hutang ke bank, coba diajak diskusi sejauh mana pemahaman dia mengenai halal haramnya harta manusia, siapa tahu memang dia belum mengetahui dan bisa mengikuti, siapa tau malah dengan berdiskusi, kamu jadi membantu memberikan ilham kepada seseorang. Kecuali, ketika memang tidak ketemu titik ujung, malah jadi berdebat serius dan menolak telak mengenai paham tersebut, silahkan ditinjau ulang.

Namun, hal terpenting dalam memilih pasangan adalah dilihat bagaimana tingkat kecintaannya terhadap sang maha kuasa, sudah itu saja, lihat sejauh apa pemahaman kalian bisa saling toleransi dan mendukung, selama bukan hal-hal yang fundamental yang menyangkut mengenai pemahaman agama, maju saja! ketika ada beberapa hal meski sepele menurut orang lain tapi hal tersebut bersifat fundamental dan mempengaruhi hidup kalian ya tinggal pertimbangkan, ketika sanggup kompromi, lanjutkan. kebanyakan mikir hanya akan berujung pada pikiran pikiran negatif bahwa kalian masih akan mendapatkan kelayakan lebih dari ini. Pasangan yang unggul hanya mampu didapatkan dari ikhtiar yang membangun.

Seringkali kita pun terjebak pada perasaan positif yang mengedepankan asas pemberian kesempatan kedua pada seseorang, mengaamini bahwa setiap perjuangannya adalah perubahan. Padahal, sudahkah kita mengukur, sejauh apa dia memperhatikan apakah perjuangannya hanya untuk dirinya sendiri atau untuk seseorang yang dia cintai?

Atau bahkan dia terlampau menyombongkan diri bahwa setiap jengkal upaya yang dirinya lakukan akan berujung penerimaan positif dari kita pribadi, sehingga ketika suatu saat nanti ketika melakukan kesalahan lagi, dia akan menemukan cara untuk mendapatkan hatimu kembali. Hati-hati, jangan terjebak lagi.

Sejatinya, cinta adalah soal penerimaan. Ibarat baut dan sekrup (bener gak nih padu padannya), butuh waktu lama untuk saling menemukan kecocokan. bisa saja, akan tersesat dulu, salah beli dulu, bisa jadi udah yakin bakal cocok eh tau-taunya allah pisahkan juga. Hal yang kilat untuk dilakukan adalah konsultasi dengan pembuat skrup dan baut, agar tidak salah langkah.

Bukan hal yang terlalu naif ketika hari ini kita patut untuk melibatkan orang tua dan allah ke dalam prosesi dalam upaya menemukan belahan hati. Alamiahnya, mereka masih memiliki tugas untuk mengkaji dan mempertimbangkan siapa calon yang akan mengambil anaknya kelak, menggantikan tugas ayahnya kini, menjadi penentu nakhoda pembawa surga dan neraka untuk keluarga kecilnya nanti.

Semoga untumu yang sedang dilanda pilu akibat ditinggal sang pujaan hati, semoga allah selalu menguatkan pribadi dengan iman agar selalu ingat kemana akan pulang. Untukmu yang sedang berupaya dalam kompromi menuju penyatuan dua hati, semoga allah mudahkan langkahnya dan akan bersatu menjadi keluarga yang selalu dituju dan dijadikan tempat untuk pelipur rindu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 lokasi cetak kain (sublimasi) dan lokasi hits beli kain polyester di Bandung. Cocok untuk pengusaha produk custom

Enam Rekomendasi Wedding Souvenir dengan harga 10-ribuan!

Manusia pertama di bumi dan Kehebatannya