Saturnus Namanya

Tadi ada kepala pantinya datang ke sekolah, perawakannya masih muda, ganteng juga, ibu rekomendasikan kamu dan dita untuk apply jadi volunteer di panti asuhannya".
waktu kamu masih lumayan lengang sambil menunggu lombamu yang cukup menguras tenaga pula. lumayan untuk meregangkan otot dan hitung-hitung latihan analisa kasus.
kala itu, usiaku masih 17, masih menggunakan stocking panjang dengan rok abu-abu. menganggukan segera untuk mengikuti kegiatan relawan panti asuhan.
saya mantap untuk menghubungi pak Andika, kepala panti yang dalam bayangan saya menyangkal masih muda, sulit menerima perubahan dan senangnya hanya bicara.

nyatanya, semua berbeda. 

“Halo Ipah, ini Andika. Terimakasih sudah tertarik untuk mengikuti program relawan di panti. untuk tahapan selanjutnya, Andika akan mengundang kamu untuk melakukan interview di Jl. Laksamana No 3, Hari senin jam 10 pagi”.

Sorak sorai para siswa meneriaki mereka yang sedang bertanding basket di lapangan sekolah. aku berdiri di ujung gawang sisi kanan hanya untuk menonton teman-teman adik kelas bertanding rutin ketika PORAK tiba.
aku ingin sekali mengikutinya, tapi simulasi analisa kasus untuk persiapan Lomba tingkat nasional sudah menunggu. ketika para siswa lain bisa menghabiskan waktu-waktu sedari menunggu pengumuman kelulusan untuk menonton film, aku harus berjalan ke ruang konsultasi, bergantian untuk menunjukan ketajaman analisa dan diuji, untuk menghadapi para siswa lain di tingkat nasional dalam lomba uji kasus.

Sekolahku cukup langka untuk hal jurusannya, pekerja sosial. jurusan yang andika bilang, ini jurusan surga, hanya satu satunya di provinsi jawa barat dan ada 14 SMK di Indonesia. Ada sekelompok manusia yang menuntut ilmu untuk meraih surga tuhanNya. padahal tidak sepenuhnya demikian, meski kami dituntut untuk memiliki jiwa dermawan. Setiap minggunya harus menyelesaikan tugas untuk assesment kasus minuman keras pada remaja, tinggi angka penggunaan rokok dan ganja di siswa SMA, atau ektrimnya lagi untuk mata pelajaran NAPZA dan psikotoprika, aku pernah mengunjungi stasiun bandung di pagi buta hanya untuk mewawancarai Pekerja seks komersial, menggali data, latar belakang, mengasah sisi empati kami dalam menangani kasus. setiap tugas akan di presentasikan di depan siswa dan guru penguji. saya selalu suka mata pelajaran ini, mengalirkan nafsu untuk menjadi detectif saking maniaknya membaca komik detective conan dan menonton serial Dan Detective School (DDS) di indosiar setiap minggu pagi.

Aku menyanggupi untuk datang dalam interview bersama pak andika. dalam benakku pasti kepala panti ini tua, menggunakan peci dan sorban, alim jiwanya, teduh suaranya, penyayang perangainya. laiknya bapak-bapak kelapa panti asuhan lain yang sering saya temui ketika tugas untuk kunjungan sosial di mata pelajaran tingkah laku manusia.

“Pak andika, maaf saya sudah masuk jalan laksamana, kalo No. 10, sebelah mana ya?”
“nanti ada tempat futsal sebelah kiri, setelah itu kamu lurus terus, nanti ada portal setelah 100 M, rumahnya di sebelah kanan gerbang warna cokelat”.
“baik pak, saya kesana”.

Aku kebingungan. memarkirkan motor Vega ZR ku di depan gerbang warna cokelat dengan tinggi 1,5 meter kira kira. aku tengok ke kanan dan kiri, tak menemukan tanda atau suara ada belasan anak-anak panti asuhan di sekitar. melihat sekeliling, ini seperti rumah keluarga. aku hubungi andika bahwa aku sudah di depan rumah yang dialamatkan.

“Halo ipah, saya andika, tunggu dulu ya, ini ada temen kamu juga lagi di interview”.
oh, oke Pak, eh kak, eh A andika.

kikuk. 
keningku sempurna mengkerut, berbeda jauh dari judgement pribadiku sebelumnya mengenai sosok kepala panti yang biasa aku temui di luaran sana. Andika nyatanya pemuda berusia 24 tahun, kulitnya putih, mungkin rajin luluran dan SPA, rambutnya agak gondrong dan di belah tepi. Andika masih mahasiswa, tingkat akhir dan sedang terancam drop out, mitosnya.
Anak tekhnik industri yang menggandakan dirinya menjadi kepala panti. saya serius, kamu mungkin harus melihat perawakan andika, tak akan menyangka bahwa sosok seperti dirinya akan bergelut dengan belasan anak-anak kecil di panti asuhan, mengurus setiap detail dari kebutuhan mereka hingga menggosok tong sampah di depan panti. andika pecandu kebersihan hingga ke akar, tak tanggung tanggung untuk mencontohkan bagaimana harus menjadi steril dan langsung menunjukannya. mungkin dia cocok juga menjadi model iklan produk kebersihan. 

Aku tertegun.
“ini serius kepala pantinya semuda ini”?
tapi nakalnya tetap saja aku bayangkan andika hari ini menggunakan sorban dan peci. 
bersama andika ada juga wanita, usianya tak jauh beda, menggunakan syal floral di lehernya. kulitnya putih, keningnya juga lebar, rambutnya di cepol satu di tengah, Teh Anggi namanya. teman andika yang membersamai membangun panti asuhan sedari SMA.

Kami duduk di meja bundar di salah satu ruangan. 
ini rumah andika, bukan panti.
kalo anak-anaknya ada di margahayu raya, lumayan dari sini.

Oh, pantes kak, kirain ini pantinya.

Ipah, kamu pernah punya pengalaman untuk bikin kegiatan bareng anak-anak?
Pernah kak, saya 17 hari riset untuk lomba saya di Panti asuhan di purnawarman. 

kalo kamu bisa bahasa inggris gak?
hmm, bisa sedikit ka. hehe.

coba ceritain film yang kamu suka, tapi pake bahasa inggris ya.

Terhenti sejenak.
Mengumpulkan beberapa kosa kata yang sering diucapkan guruku ketika pelajaran bahasa inggris. terbatas dalam tenses, mungkin hanya  i watch dan i will see, dan i like, tiga hal yang sering saya ulangi dalam penggunaan kalimat. saya menceritakan mengenai film children of heaven. kisah kakak beradik muslim yang harus bergantian sepatu untuk bisa pergi ke sekolah saking keterbatasannya hidup mereka dalam memenuhi kebutuhan. tapi mereka memiliki semangat juang yang tinggi.

“berkaca-kaca saya dalam cerita”. entah mengapa saya sangat menyukainya.

Kak dika, kenapa harus pake bahasa inggris? tanyaku di akhir obrolan.
jadi sebenernya gini pah, nanti ada temen andika, Josine namanya, dia bakal datang dari Belanda buat main, belajar sama anak-anak panti gitu. Nah, andika pengen libatin kamu untuk nemenin josine ketika ke panti atau kayak kenalin tranportasi umum gitu ke dia.

oh, josinennya bisa bahasa indonesia ka?
ngga sama sekali.

hening.


Bisa pah?

ehhh, bisa ka, insya allah.

Akhir pekan ke panti asuhan

Esia hidayahku berbunyi, tanda ada pesan masuk.
“pah, ini alamat pantinya. Jl. Satunus selatan Blok H. No. 12”.

“siap kak, ini ipah mau kesana sepulang sekolah”.
“iya, andika udah bilang kok kalo kamu mau ke panti ke anak-anak, nanti langsung kenalan aja ya”.


tak sabar aku di perjalanan, motoku ku pacu hingga 60 km/jam. mengitari jalan gatot subroto - Bandung supermall hingga  sukarno hatta, ku susuri jalan sambil ku membayangkan akan bertemu dengan adik-adik lucu disana. dari fotonya, aku melihat ada perangai manis yang mudah disayang jutaan manusia.

oke, 6, 8, 9, 12.
nah, ini rumahnya. Saturnus selatan Blok H No. 12.

tapi kok tidak ada plang panti asuhannya ya?
rumahnya kok sepi. mungkin bukan yang ini.

hingga ujung jalan, coba ku susuri, pelan-pelan. sambil ku melafadzkan setiap nomor rumah yang berderet di pinggir. ketika tiba di pertigaan.

Lah, ini pantinya, Panti asuhan Al-Qomariyah. tapi kok No. 16?
aku buka pesan masukku, No 12, kata andika.

“halo kak dika, pantinya no 12 apa 16 ya? ini ada sih no 12 tapi rumah biasa, kalo 16, namanya baru Al-Qomariyah”.
“oh iya pah, itu rumahnya berarti. andika lupa,” sok masuk ya.

Motorku terparkir di depan halaman, aku menengok ke dalam, ada sekumpulan anak-anak sedang mengepel lantai. pintunya tertutup dan terkunci. aku menengok ke dalam, ku ketok kaca depan.

“Assalamualaikum, hey anak-anak, “panggilku ramah”.

aku melihat gadis kecil sedang mengepel di dalam dan jaraknya tidak terlalu jauh dari depan. aku pun melihat anak adik kecil pria ada di ruang tengah membantu membersihkan lap pel lantai.

“hey anak-anak, tolong buka pintunya dong, teteh mau masuk”,

dan aku tetap diabaikan. mungkin memang tidak terdengar.
aku melihat ada jalan samping dengan gerbang kecil yang langsung menghubungkan ke ruang tengah tempat anak anak berkumpul.
tanpa basa basi, langsung aku menyapa ceria, mencoba untuk memberikan kesan positif pertama kepada mereka.

hey, anak-anak!
assalamualaikum, kok gak ada yang bukain pintu buat teteh di depan sih?
gak kedengeran ya?

Mereka hanya sesaat melihat ke arahku, hanya menoleh sedikit, langsung berhamburan dari ruang tengah tempat mereka mengepel lantai  tadi dan masuk ke kamar masing-masing. jumlahnya ada 5, tiga perempuan dan dua laki-laki. seketika aku menyapa, mereka hanya menjawab salam.  merapihkan pel dan ember, ditaruhnya di pinggir dan langsung memasuki kamar masing-masing bersamaan.

krek, krek.
pintu kamar terkunci.

aku berada di ruang tengah sendirian, sekali melihat anak-anak lucu tersebut memasuki kamar.
setidaknya sekarang aku berada di dalam ruangan.


Tapi, bukannya Andika bilang mereka anak-anak baik ya?
Buka perang ini namanya.

  • Bersambung - 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 lokasi cetak kain (sublimasi) dan lokasi hits beli kain polyester di Bandung. Cocok untuk pengusaha produk custom

Enam Rekomendasi Wedding Souvenir dengan harga 10-ribuan!

Manusia pertama di bumi dan Kehebatannya