Mah, Kunjanjikan Toga Tahun Ini Untukmu


Kisah ini adalah penggalan kisah pertamaku yang ku toreh untuk menceritakan awal perjuanganku untuk masuk bangku kuliah. Kisah ini pun sebagai ucapan terimakasihku pada seluruh dosen yang sudah membantu, terutama Pak sumardhani Wakil dekan III Fisip Unpas, Pak Tata Kepala KSBAP Fisip dan Pak abe staff fisip. Kenapa harus mereka? Mungkin dalam penggalan lanjutan atau akhir kisah ini akan terdeskripsikan peran mereka masing-masing.

Kisah ini pun sebagai pesan, bahwa tak ada alasan untukmu tak berdikari meraih mimpi, terhenti karena hanya masalah duit atau alasan yang dibuat sendiri. Kisah ini sebagai refleksi mahasiswa tingkat akhir untuk segera menyelesaikan penelitiannya, segera mengejar mimpi, membangun dan mewujudkan. Terutama skripsi.
Kuliahku di Unpas diawali oleh jus durian di kantin SMK. Setelah tak lulus masuk kuliah jalur undangan dan SBMPTN di universitas impian, ku putuskan untuk mengambil kuliah jurusan hukum di universitas swasta di daerah ciumbuleuit. Uang pendaftaran dan formulir sudah ditangan, motor matic berwarna biru milik teman, sudah kelajukan menuju tempat tujuan. Namun sayang, di tengah perjalanan, teringat sudah jus durian kesukaan di kantin sekolah, sembari lewat, ku pinggirkan motor sebentar untuk menyantap jus kesayangan. Sekedar informasi, rumahku di cicaheum, menuju ciumbuleuit, aku melewati katapang kosambi, sengaja berbelok ke simpang lima untuk alasan segelas jus.

Ku mantapkan langkah kaki menuju kantin sekolah, beberapa ruangan guru harus kulewati untuk menuju kesana. Ruangannya ada persis di belakang ruang guru jurusan, belum ku melewatinya, suara berat dari pembimbing lomba ketika aku SMK segera menyeru.
Dipanggilnya aku dengan suara agak lantang, mungkin karena melihat aku sedang bergegas. Ku hentikan langkah kaki sejenak, dan berbalik badan menuju ruangan guru. Ku lihat bapak kumis berbaju dinas rapi, duduk manis di kursi panjang di tengah ruangan. Sedari membaca Koran, dia memintaku untuk duduk menghampiri.

Beberapa pertanyaan mengejutkan datang darinya yang membuatku sontak sedikit melupakan tujuan utama untuk mampir ke sekolah. Jus durian, kamu harus menunggu sebentar.
 “Ipah, keterima dimana? Tanya bapak berkumis tebal yang sedang menyilangkan kakinya sambil membaca Koran yang sudah lewat masa tayangnya,”
“Belum dimana-mana pak, kemarin daftar SBMPTN sama jalur undangan, tapi gagal,”
“Masa juara umum SMK gak keterima seleksi masuk negeri, si “d” aja masuk U**, belum lagi L masuk I**,” dan bla bla bla. Tak ku dengarkan lanjutan ceramah menyakitkan mengenai dramatisnya aku karena tak masuk negeri.
Dalam akhir untaiannya, dia bertanya.
“jadi, kamu mau masuk mana?,”
“ Hukum pak, mau jadi pengacara,” jawabku.
“Coba saya Tanya mengenai beberapa hal mengenai regulasi hukum, kalo kamu mampu, silahkan lanjutkan niatmu untuk daftar, tapi jika tidak, lebih baik kamu melanjutkan kuliah sesuai dengan jurusanmu di SMK ini, pekerja sosial.  Unpas aja, ambil jurusan kesejahteraan sosial, kebetulan bapak kenal dosennya,” pungkasnya.

Petir rasanya dekat dengan pelipisku, bagaimana tidak, tak tahu menahu aku mengenai regulasi hukum saat itu, jangankan undang-undang, pasal pun yang ku tahu hanya mengenai kebebasan berpendapat dan berkumpul, hak anak dan beberapa aturan yang umum lain. Mati kutu jelas! Setelah mendapat beberapa rasionalisasi singkat, kuurrungkan niat untuk menjadi pengacara, berakhir menjadi pekerja sosial dan daftar di Unpas! Terimakasih jus durian, kamu yang membawaku ke kampus ini.

Tak bilang mama
Keputusan untuk melanjutkan kuliah memang tak pernah dilontarkan mama. Ku putuskan untuk berjalan sendiri, mulai dari mencari universitas hingga daftar. Daftar ulang pertama, aku bertemu pak dani, ketua jurusan ks saat itu. Ku ceritakan semua mengenai persiapanku kuliah, dan kerennya, ini kampus, toleransi tinggi. Aku bisa bayar kuliah dengan sistem cicilan, asal aku berprestasi lagi katanya.

Ospek akan segera tiba, jas almamater sudah menggantung di lemari, tinggal di setrika. Kali itu, mama yang nyetrika. Kagetlah dia, mengapa almamaterku berubah warna. Awalnya hitam dengan logo hitam putih di dada sebelah kiri. Kini berganti menjadi almamater hijau dengan bertuliskan Universitas Pasundan.

Diteriakinya aku dari atas lantai kamarku, kagetnya dia kenapa aku telah memiliki almamater baru. Mama berbicara mengenai biaya kuliahnya, dia membantuku untuk awal masuk kuliah. Sisanya, kuputuskan untuk mencari sendiri.

Setiap semester, tak pernah ku bebani untuk masalah pembayaran kuliah. Sudah disiapkan sarapan bergizi setiap hari, dihidangkan senyuman manis, tak pernah mengomel lama kalo aku pulang malam karena urusan organisasi, memberikan kepercayaan penuh untuk berekpresi, mendoakan aku setiap tahajudnya, itu lebih dari cukup dari sekadar modal duit kuliah. Hal itulah yang menjadikanku kuat, bertahan dan bisa pada tahap ini. Meski ku bisa untuk meminta uang kuliah ma, tak sampai hati ku merepotkan kembali, setelah 12 tahun mama sekolahkan dengan penuh tulus dan ikhlas. Kuliah, biarkan aku yang berjuang, setidaknya mencoba berdikari sejak dini.

Ku kabari hanya dengan sertifikat prestasi yang sengaja ku simpan di atas meja kamar, atau medali yang kugantung dalam selipan baju setrikaan. Kalo beruntung, ku sisipkan pesan, bahwa aku mendapakan beasiswa, tak perllu aku bayar kuliah dalam beberapa waktu. Itu saja ma, yang patut kamu dengar. Urusan kuliah nunggak, harus lobi sana sini, kerja sana sini, itu urusanku. Ku putuskan sebagai perjuangan. Toga adalah kewajibanku, kesuksesan adalah untukmu ma.

Kini, aku semester 8
tak terhitung berapa kali usahaku untuk cuti dan berhenti kuliah, setiap ujian, aku harus audiensi, agar bisa mendapatkan kemudahan untuk ujian. Lagi-lagi, allah memang memberikan jalan. Beasiswa atau memang kemudahan kampus untuk penangguhan yang selalu diberi.
Semester tiga hingga enam, ku jalankan audiensi. Menemui lembaga kemahasiswaan yang mengurusi penangguhan kuliah mejadi rutinitas pribadi. Awalnya memang ku anggap wajar, lama-lama, geger juga jiwaku dibuatnya. Lelah, hingga akhirnya ku putuskan ketika memasuki semester 8, fix! Aku berhenti kuliah.
Semester delapan harusnya aku skripsi, ternyata setelah ku klarifikasi, tak urung terjadi. Nilai banyak yang kosong, kerikil satu mata kuliah yang tak terambil di semester genap sebelumnya menjadi alibi. Hasilnya, tak bisa ku kontrak skripsi dan ku putuskan untuk cuti.
Aku temui sekretaris jurusan, bu yuyun namanya. Konsultasi terjalin untuk mencari solusi bagaimana kelanjutan kuliahku ini. Beliau bilang, aku tetap harus membayar uang kuliah 7 juta (full) plus uang skripsi. Otomatis, aku harus kuliah yang tinggal hanya satu itu, baru bisa skripsi.

Lagi-lagi, masalahnya di duit. Mama sudah menawarkan beberapa kali. Ku bilang, ini adalah akhir dari perjuangan, aku yang memulai, akan aku akhiri dengan indah. Tapi duit bikin kepentok juga rupanya, setelah bilang sana-sini, tetap juga berhenti.

Tiba-tiba, nada dering smsku berbunyi. Disuruhnya aku untuk ikut ujian. Allah mempermudah jalan, eh akunya malah di Jakarta, tak bisa pulang karena tertahan urusan. Sedih awalnya, tapi ya sudah, ini sudah keputusan. Ku terima harus wisuda tahun depan.

Persiapanku untuk wisuda tahun depan (harusnya tahun ini) sudah mulai matang. Mulai gencar berjualan online ransel kanvas, melamar pekerjaan dan tetap mengurus panti. Selain itu, ini waktunya refleksi selama ini, apa yang keliru harus diperbaiki.
Ada hikmah yang ditemui. Selama kuliah, aku jarang di rumah, waktu ku habis untuk organisasi dan pengembangan pribadi, aku lupa terhadap manusia yang memberikan aku surga, mengajukan aku doa tulus. Ya, ibu. Akhir-akhir ini, sering aku ingin cepat pulang ke rumah, bantu mama berbenah atau hanya sekedar ngobol dan duduk berdua.

Ini ternyata yang membuat aku sulit selama ini, aku mengesampingkan surga di rumahku, aku mengedepanku surga di tempat lain, sedangkan kadang, aku sering lupa untuk pulang ke rumah untuk sekedar makan dan istirahat.

Percaya atau tidak, setelah ku coba untuk lebih sering diam di rumah, bareng mama, belajar lebih berbakti. Tetiba kabar baik banyak datang. Aku baru saja di interview menjadi internal audit disalah satu license credit di bandung, online shopku lancar jaya, plus aku diberikan kemudahan kembali untuk lanjut kuliah. Yeay! Tak jadi cuti, kerjaan dapat, hubunganku pun bersama mama, tambah baik.
Ma, anak perempuan satu-satunya mu ini sebentar lagi akan menuju skripsi, akan segera wisuda. 

Takkan sia-sia kebaya yang sudah kau siapkan dan stelan jas untuk ayah. Diamku selama ini mengenai penundaan kuliah memang terjadi ma, aku lanjut kuliah dengan doamu, dengan ridhomu. Sebentar lagi akan ada toga yang menghiasi kepalaku, aka nada foto besar baru di ruang tamu kita, foto kita bertiga. Aku tak peduli ayah yang mana untuk ada disampingmu, kalo perlu, dua-duanya ku undang ketika wisuda. Keluargaku kaya kan ma, punya 2 ayah dan 2 ibu.

Tunggu ma, aku sedang berusaha, mewujudkan mimpi kita untuk menjadi sarjana. Tentunya tak hanya menjadi wisudawan yang akan menggangur dan merusak benakmu lagi ma, menjadi sarjana yang bermanfaat, berguna untuk lingkungan sekitarku nanti ma. Seperti keinginanmu dulu, aku akan membuat yayasan beasiswa ma, untuk menguliahkan banyak mahasiswa cerdas dan mau berusaha. Mengenai bagaimana caranya, akan ku pikir nanti.

12 April 2015, 12.01 am
Tulisan ini dibuat persis dihari ketika aku mendapatkan kabar bahwa kuliahku lanjut, tepat 2 hari setelah interview kerja, tepat dihari aku merasa minggu produktif bersama mama, tepat dihari aku merasa bahagia maksimal selama hidup.

Ipah, goresan dalam petang.

Komentar

Lebih cepat lebih baik teteh cantik. Keep spirit yaa !!! Ditunggu tanggal wisudanya hehew
Unknown mengatakan…
wkwkwkwkw, makasih loh ade gw yang satu ini. doakan yah, semoga tahun ini bisa mewujudkan tulisan ini. elu juga jangan galau terus, kuliah yang bener. jadi organisatoris yang bener. hehehe

Postingan populer dari blog ini

4 lokasi cetak kain (sublimasi) dan lokasi hits beli kain polyester di Bandung. Cocok untuk pengusaha produk custom

Enam Rekomendasi Wedding Souvenir dengan harga 10-ribuan!

Manusia pertama di bumi dan Kehebatannya