Adil sejak dalam pikiran.
Alis saya mendadak mengkerenyit mandiri, raut muka tetiba menjadi muram, nafas mendadak berat
menahan marah, keras berpikir mengenai satu hal. Mengapa labeling terhadap
sesuatu hal yang diyakini seseorang bisa mempengaruhi secara keseluruhan?
Sederhana hal ini menyangkut
gerakan sosial. Tidak hanya satu, lebih dari dua bahkan tiga, pihak yang kian
bertanya mendalam, menahan diri untuk memberikan bantuan, mempertanyakan ketika
hendak mengulurkan tangan, membangun persepsi macam-macam, hanya mengenai satu
nama. Gerakan membantu sesama.
Meliarkan pikiran, menggambarkan
keadaan seperti dirinya yang paling berpengetahuan mengenai gerakan yang sedang
giat diberitakan. Mungkin saja memang benar apa yang dikeluhkan, tapi itu hanya
perwakilan. Representasi yang tidak berhak untuk dipukul rata berlaku secara
keseluruhan. oleh karenaya, mari saya antarkan pada analogi sederhana ketika kita tidak
adil sejak dalam pikiran mengenai satu
fenomena mendasar.
Apabila ketika seseorang yang
terbiasa menggunakan jilbab panjang warna-warni, sedikit sentuhan lipbalm mendadak
menggunakan khimar sangat lebar dan semua berwarna hitam, lalu dalam satu
kesempatan dia melakukan kesalahan yang bahkan semua manusia pun berpotensi
untuk melakukannya, muncul sebuah pemikiran “ah, ngapain jilbab lebar gitu tapi
nipu orang, mending gak pake jilbab dulu tapi hidupnya bener dan berusaha terus
baik”. Sering beranggapan demikian? Padahal, antara jilbab dan perilaku tak ada
urusannya. Jilbab adalah kewajiban yang mutlak dilakukan, entah kamu maksiat
atau gemar berpahala, entah kamu preman atau profesi lainnya, selama kamu wanita
dan mempercayai serta memeluk islam sebagai agamanya wajib untuk mengenakannya,
tanpa tawar, tanpa ragu, tanpa tapi, tanpa analogi apalagi menggunakan dalih
atas tuntutan profesi dan alasan duniawi lain.
Lalu, menariknya lagi ketika
salah satu pihak yang sering dikagumi karena kebaikannya dalam membantu sesama
lalu menyalahgunakan kepercayaan orang-orang yang telah menyimpan amanah besar
dipundaknya, lantas kita berhak untuk menyalahkan ketika ada seseorang lain dengan
bentuk lembaga yang sama, cara yang sama, semangat yang sama namun prinsip yang
berbeda akan akan melakukan kesalahan yang sama juga? Bahkan, jangankan hendak
kita bertanya bagaimana cara dia untuk membantu sesama, bertegur sapa, sekedar
bertanya dan menelusuri pun enggan untuk dilakukan. Mengambil kesimpulan secara
spontan lebih asyik untuk dilakukan bukan?
Teman-teman, seberapa sering kita
berpikir sama rata atas sebuah fenomena yang bahkan kita pun tak mengenali asal
muasalnya? Hanya melihat dari judul, tagline, obrolan pihak luar yang jangankan
berinteraksi dan ikut berpusing ria untuk mengurusi gerakan sosialnya, pernah
berdonasi pun tidak, hanya pernah dirugikan pihak serupa, mendengar pihak lain
dirugikan, lalu merasa berhak untuk menghakimi dengan memberikan label “jangan
percayai gerakan yang sama”. Padahal jumlah lembaga yang melakukan tindakan
yang sesuai dengan ajaran dan prinsip ketuhanan jauh lebih banyak dibanding
dengan perilaku merugikan, namun bad news
is good news kan?
Lalu, kamu bersikukuh untuk
memintanya mengganti nama, mengubah arah gerakan hanya agar orang-orang
berpikir bahwa gerakanmu tak sama seperti apa yang sudah diberitakan negatifnya.
Memaksa para penggiat untuk mengganti sementara para penerima manfaat sasaran,
hanya soal paradigma para pemberi bantuan. Satu hal yang ingin saya tanyakan,
ajaran tuhan yang mana yang menyuruh kita untuk membedakan dalam segi apapun
ketika memberikan pertolongan? Ketika kita telah meniatkan hanya untuk ibadah
kepada tuhan, harusnya bukan menjadi urusan dan pertimbangan utama bukan?
Saya ingin mengajak kamu untuk
mulai adil sejak dalam pikiran untuk tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan,
mari sejenak buka pendengaran, melihat lebih lama, bertegur sapa lebih mesra
agar kita sama-sama berbaik sangka, bahwa masih ada orang-orang baik seperti
kita dan mereka yang mulai langka ditemukan di dunia yang hanya sementara.
Komentar